rspermatajonggol.com

BONGKAR BIANG KEROK PENYAKIT AUTO IMMUNE 1

Aspek Epidemiologi

1. Prevalensi dan Tren Penyakit Autoimun
Seberapa sering penyakit autoimun ditemukan di kalangan anak muda di Indonesia?

    Penyakit autoimun pada anak muda di Indonesia semakin sering terdeteksi, meskipun prevalensinya secara keseluruhan masih sulit dipastikan karena keterbatasan data spesifik di negara ini. Secara global, penyakit autoimun seperti lupus, tiroiditis autoimun (Hashimoto atau Graves), diabetes tipe 1, dan penyakit radang usus (Crohn dan kolitis ulserativa) ditemukan pada usia muda, termasuk remaja hingga usia dewasa awal

    Adakah tren peningkatan atau penurunan jumlah kasus penyakit autoimun pada anak muda dalam 5–10 tahun terakhir?

      Dalam 5–10 tahun terakhir, terdapat indikasi peningkatan jumlah kasus penyakit autoimun di kalangan anak muda di Indonesia. Meskipun data spesifik dan komprehensif masih terbatas, beberapa sumber menunjukkan tren ini:

      • Peningkatan Kasus Lupus: Data dari Dinas Kesehatan Provinsi Bali menunjukkan peningkatan kasus Systemic Lupus Erythematosus (SLE) dari 25 kasus pada tahun 2012 menjadi 75 kasus pada tahun 2013.

      • Dampak Pasca pandemi COVID : jumlah kasus penyakit autoimun di seluruh dunia, termasuk Indonesia, mengalami peningkatan dramatis pascapandemi Covid-19

      Apa saja jenis penyakit autoimun yang paling banyak menyerang anak muda di Indonesia?

        Lupus Eritematosus Sistemik (Systemic Lupus Erythematosus, SLE), Tiroiditis Autoimun (Hashimoto’s Thyroiditis, Graves’ Disease), Penyakit Radang Usus (Inflammatory Bowel Disease, IBD : Ulcerative Colitis, Crohn Disease), Psoriasis dan Psoriatic Arthritis, Sindrom Sjögren

        2. Faktor Usia dan Jenis Kelamin

        • Apakah ada perbedaan prevalensi antara jenis kelamin laki-laki dan perempuan dalam kasus penyakit autoimun di kalangan anak muda?

          Benaar, terdapat perbedaan signifikan dalam prevalensi penyakit autoimun antara laki-laki dan perempuan, terutama di kalangan anak muda. Penyakit autoimun secara umum lebih sering menyerang perempuan dibandingkan laki-laki.

          Kenapa bisa begitu ?

          Peran Hormon Seksual: Estrogen, yang lebih dominan pada perempuan, dapat memengaruhi aktivitas sistem imun, meningkatkan risiko hiperaktivitas imun yang menyebabkan autoimunitas.

          Pada laki-laki, testosteron memiliki efek menekan respons imun, sehingga risiko penyakit autoimun lebih rendah.

          Genetik: Kromosom X membawa lebih banyak gen yang berhubungan dengan sistem imun. Karena perempuan memiliki dua kromosom X, mereka lebih rentan terhadap penyakit autoimun.

          Faktor Imunologi: Perempuan memiliki sistem imun yang lebih aktif secara alami dibandingkan laki-laki, yang memberikan perlindungan lebih baik terhadap infeksi tetapi juga meningkatkan risiko gangguan autoimun.

          Pada rentang usia berapa penyakit autoimun mulai terdeteksi pada anak muda Indonesia?

            Penyakit autoimun pada anak muda di Indonesia umumnya mulai terdeteksi pada usia remaja hingga awal dewasa muda, yaitu sekitar 15–30 tahun. Namun, rentang usia deteksi bervariasi tergantung pada jenis penyakit autoimun

            Rentang Usia Deteksi Berdasarkan Jenis Penyakit :

            Lupus Eritematosus Sistemik (SLE): Umumnya terdeteksi pada usia 15–25 tahun. Lebih sering ditemukan pada perempuan di usia produktif.

            Tiroiditis Autoimun (Hashimoto dan Graves’): Biasanya muncul pada usia 20–30 tahun. Bisa terdeteksi lebih awal pada remaja jika ada riwayat keluarga.

            Diabetes Tipe 1: Sering muncul pada usia di bawah 20 tahun, bahkan pada anak-anak. Deteksi bisa terjadi pada usia remaja jika gejala tidak dikenali lebih awal.

            Artritis Idiopatik Juvenil (Juvenile Idiopathic Arthritis, JIA): Mulai terdeteksi sejak usia di bawah 16 tahun, tetapi dapat berlanjut hingga dewasa muda.

            Penyakit Radang Usus (IBD, seperti Crohn dan kolitis ulseratif): Biasanya terdeteksi pada usia 15–30 tahun.

            Psoriasis: Onset sering terjadi pada usia remaja hingga 20-an tahun.

            Jika disertai Psoriatic Arthritis, bisa terdiagnosis lebih lambat, biasanya pada usia awal 20-an.

            Sindrom Sjögren: Lebih sering terdeteksi pada usia 20–30 tahun, meskipun gejala awal dapat muncul lebih dini.

            3. Distribusi Geografis

            • Apakah penyakit autoimun lebih banyak ditemukan di daerah perkotaan atau pedesaan?

              Penyakit autoimun lebih sering dilaporkan di daerah perkotaan dibandingkan pedesaan. Namun, hal ini bukan semata-mata karena prevalensi penyakit yang lebih tinggi di perkotaan, tetapi juga karena beberapa faktor berikut:

              1. Akses ke Fasilitas Kesehatan

              Perkotaan:

              Lebih banyak fasilitas kesehatan yang canggih dan spesialisasi medis, seperti konsultan alergi imunologi.

              Pemeriksaan laboratorium untuk mendeteksi autoantibodi lebih mudah diakses.

              Kesadaran masyarakat terhadap penyakit autoimun lebih tinggi, sehingga kasus lebih sering terdiagnosis.

              Pedesaan:

              Fasilitas kesehatan di pedesaan sering terbatas pada layanan primer, yang mungkin tidak dilengkapi untuk mendeteksi penyakit autoimun.

              Gejala sering disalahartikan sebagai penyakit umum, seperti kelelahan atau infeksi, sehingga banyak kasus yang tidak terdiagnosis.

              2. Faktor Lingkungan

              Perkotaan:

              Paparan polusi udara dan bahan kimia lebih tinggi, yang dapat memicu respons autoimun.

              Stres kronis yang lebih umum di kehidupan perkotaan mungkin berperan dalam memunculkan penyakit autoimun.

              Gaya hidup kurang sehat, seperti kurangnya aktivitas fisik dan pola makan yang kaya bahan olahan, dapat menjadi faktor risiko tambahan.

              Pedesaan:

              Paparan mikroorganisme yang lebih tinggi di pedesaan (karena lingkungan yang lebih alami) dapat membantu “melatih” sistem imun, sehingga menurunkan risiko penyakit autoimun (hipotesis kebersihan).

              Gaya hidup yang lebih aktif secara fisik dan pola makan lebih alami dapat berkontribusi pada risiko autoimun yang lebih rendah.

              1. Adakah pola geografis tertentu yang menunjukkan prevalensi penyakit autoimun lebih tinggi di daerah tertentu di Indonesia?

              Saat ini, data spesifik mengenai pola geografis prevalensi penyakit autoimun di Indonesia masih terbatas. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa penyakit autoimun, seperti Systemic Lupus Erythematosus (SLE), memiliki prevalensi sekitar 0,5% dari total populasi di beberapa daerah, seperti Malang.

              Selain itu, data dari Sistem Informasi Rumah Sakit (SIRS) online pada tahun 2016 mencatat adanya 2.166 pasien rawat inap yang didiagnosis dengan penyakit lupus di berbagai rumah sakit di Indonesia, dengan 550 di antaranya meninggal dunia. Jumlah kasus lupus pada tahun 2016 meningkat hampir dua kali lipat dibandingkan tahun 2014, yaitu sebanyak 1.169 kasus.

              Perlu dicatat bahwa angka-angka ini mungkin tidak mencerminkan prevalensi sebenarnya di seluruh Indonesia, mengingat keterbatasan dalam pelaporan dan diagnosis, terutama di daerah dengan akses terbatas ke layanan kesehatan. Oleh karena itu, diperlukan penelitian lebih lanjut untuk memahami distribusi geografis penyakit autoimun di Indonesia secara lebih akurat.

              Ditulis oleh dr. Adi Kurniawan, Sp.PD, K-AI, FINASIM, Dokter Spesialis Penyakit Dalam RS Permata Jonggol

              Scroll to Top
              Chat Sekarang
              Hallo Sahabat RS Permata Jonggol
              Terimakasih telah menghubungi Customer Care kami. Silahkan chat informasi apa yang anda butuhkan.

              Waktu operasional Customer Care :
              Senin-Sabtu 08:00-19:30 WIB

              Note :
              diluar waktu operasional akan kami respon pada waktu operasional Customer Care