
Sahabat Permata, Puasa Ramadan bukan hanya sekadar menahan lapar dan dahaga, tetapi jauh lebih dari itu, puasa adalah salah satu jalan khusus atau karpet merah yang diberikan oleh Allah SWT untuk umat Islam berlomba-lomba meraih gelar derata tertinggi pencapaian sebagai umat manusia yaitu derajat orang bertakwa. Dimana semua amal ibadah dan kebaikan dilipatgandakan 10 hingga 700 kali lipat, dan apabila kita beribadah di malam Lailatul Qodar malam 1000 bulan, maka sama dengan pahala beribadah selama 83 tahun, semua dosa terampuni dan dijamin keselamatan dunia dan akhirat. Akan tetapi dalam praktek berpuasa banyak dari umat Islam melakukan hal-hal sebaliknya justru berpuasa dengan sia-sia, atau dalam istilah “puasa jalan maksiat juga jalan terus” sebagaimana disebutkan dalam hadis Nabi Muhammad SAW: “Berapa banyak orang berpuasa tidak mendapatkan apa-apa kecuali lapar dan dahaga saja.” (HR Ibnu Majah No 1690).
Lalu bagaimana cara agar kita bisa kembali berpuasa dengan maksimal dan mendapatkan ganjaran pahala yang berlipat dari Allah SWT? Imam Al-Ghazali, seorang ulama besar dengan gelar Hujjatul Islam telah menjelaskan dengan sangat indah dan mendalam tentang tiga tingkatan puasa yang dapat mengantarkan seorang hamba pada kesempurnaan ibadah. Kita diajak untuk lebih mendalami hakikat puasa dan memaknai setiap detik yang kita jalani dalam ibadah ini dengan merenungkan diri bahwa kita berada di tingkatan yang mana? Sejatinya tingkatan ini hanya sebagai pengingat agar kita memperbaiki diri untuk menjalankan puasa lebih baik lagi di sisa-sisa Ramadan yang tinggal menghitung hari lagi. Kita tidak tahu, bahwa mungkin saja ini adalah salah satu puasa terakhir kita.
1. Puasa Orang Umum (Puasa Kelas Awam)
Tingkatan pertama adalah puasa orang kebanyakan, yang seringkali hanya sekadar menahan perut dari makan dan minum serta menahan syahwat. Puasa ini adalah puasa yang paling sering dilakukan oleh umat Islam, namun seringkali tanpa ada perubahan nyata dalam perilaku dan kebiasaan sehari-hari antara saat puasa Ramadan dan di luar bulan puasa.
Pada tingkatan ini, seseorang menjalani puasa dengan menyadari bahwa ia harus menahan diri dari makan, minum, dan berhubungan suami istri pada siang hari. Akan tetapi, banyak orang yang terjebak dalam kebiasaan buruk, seperti berbicara kotor, menggunjing, atau melakukan perbuatan dosa lainnya. Ini adalah puasa yang hanya sekadar menahan fisik, tetapi tidak disertai dengan kontrol terhadap anggota tubuh lainnya.
Contoh perilaku dari puasa orang umum adalah seseorang yang hanya menunggu waktu buka puasa dengan sabar, namun tetap menghabiskan waktunya dengan bergosip, memaki orang lain, atau tidak memperbaiki akhlaknya. Puasa seperti ini sering kali membuat seseorang hanya mendapatkan lapar dan dahaga, namun tidak mendapatkan ganjaran lebih dari Allah.
2. Puasa Orang Khusus (Puasa Kelas Istimewa)
Puasa ini adalah tingkatan yang lebih tinggi, yaitu puasa yang mencakup anggota tubuh lainnya selain perut dan kemaluan. Puasa ini ditandai dengan usaha untuk menahan pendengaran, penglihatan, lisan, tangan, kaki, dan semua anggota badan dari berbagai dosa. Orang yang berada di tingkatan ini berusaha untuk menjaga kesucian seluruh tubuhnya, bukan hanya menahan lapar dan dahaga.
Contoh perilaku puasa orang khusus adalah seseorang yang berusaha menjaga lisan agar tidak berbicara dusta, menghindari ghibah (menggunjing), dan tidak menyebarkan fitnah. Ia juga berusaha untuk menjaga penglihatan agar tidak terjerumus dalam perbuatan haram dengan melihat hal-hal yang tidak diperkenankan dalam Islam. Setiap tindakannya didasari oleh keinginan untuk mendekatkan diri kepada Allah, bukan sekadar memenuhi kewajiban fisik.
Seorang muslim yang berpuasa pada tingkatan ini akan berusaha menahan diri dari perbuatan dosa, bahkan dalam hal-hal yang terlihat kecil sekalipun. Ia sadar bahwa puasa yang benar adalah puasa yang melibatkan seluruh aspek kehidupan, bukan hanya menahan diri dari makan dan minum.
3. Puasa Khusus Al-Khusus (Puasa Super Khusus)
Tingkatan tertinggi dalam berpuasa adalah puasa Khusus Al-Khusus, yang melibatkan puasa hati. Pada tingkatan ini, seorang hamba tidak hanya menahan anggota tubuhnya dari segala bentuk dosa, tetapi juga menahan hati dan pikirannya dari segala keinginan duniawi. Puasa ini adalah puasa yang paling sempurna, yang menjadikan hati seseorang terfokus hanya pada Allah Ta’ala dan meninggalkan keduniaan.
Puasa Khusus Al-Khusus adalah puasa yang sempurna karena hati seorang hamba tidak lagi terikat oleh dunia, segala keinginan duniawi, dan segala bentuk kesenangan yang bersifat sementara. Hatinya hanya terpaut pada Allah, dan segala perbuatannya diarahkan untuk meraih ridha-Nya semata. Pada tingkatan ini, seseorang benar-benar menjaga hati dari sifat hasad, ujub, ria, dan segala bentuk penyakit hati yang dapat merusak amal ibadahnya.
Contoh perilaku dari puasa Khusus Al-Khusus adalah seseorang yang menjalani puasa dengan penuh kesadaran bahwa setiap detik yang ia lalui hanya untuk mencari keridhaan Allah. Ia bukan hanya menahan makan dan minum, tetapi juga menahan pikirannya dari kekhawatiran dunia, menjaga hatinya agar tidak terjerumus dalam kebanggaan, dan fokus pada amal-amal yang mendekatkan dirinya kepada Allah, seperti memperbanyak dzikir, baca Al-Quran, Sedekah ugal-ugalan, makin menigkatkan shalat-shalat sunnah, shalat malam, dan berdoa dengan khusyuk kepada Allah SWT.
Demikianlah Imam Al-Ghazali mengajarkan kita bahwa puasa bukan hanya tentang menahan lapar dan dahaga, tetapi juga tentang mengendalikan diri dari berbagai dosa yang dapat merusak ibadah. Setiap tingkatan puasa membawa kita lebih dekat kepada Allah, dan melalui puasa yang penuh kesadaran, kita dapat meningkatkan kualitas ibadah kita.
Mari kita berusaha agar tidak menjadi bagian dari mereka yang hanya mendapatkan lapar dan dahaga, tetapi berusaha untuk mencapai tingkatan puasa yang lebih tinggi. Semoga Allah SWT senantiasa memberi kita kekuatan untuk menjalani puasa dengan penuh kesungguhan, dan menjadikan kita termasuk dalam golongan orang-orang yang mendapatkan ampunan dan ridha-Nya. Aamiin. (Mas AL)